Rabu, 27 Februari 2008

Kontrak Lisensi Hak Siar Televisi

Film serial televisi dan program TV yang menjadi hit sangat bernilai ekonomis bagi film production company namun apabila pada waktu mengikat kontrak dengan tv station/distributor segala sesuatunya tidak diantisipasi dengan baik, maka akan membawa kerugian. Sebagai pemilik program, film production company berhak atas segala sesuatu yang melekat pada program pada waktu melakukan transaksi apapun khususnya hak siar.

Dalam membuat kontraknya, setelah menentukan judul, para pihak yang melakukan perbuatan hukum dan uraian pertimbangan kontraknya, maka penentuan syarat dan ketentuan kontraknya menjadi hal yang sangat penting. Berikut ini beberapa klausul yang perlu diperhatikan yakni :

o Perikatan;
Perikatan yang terjadi disini adalah perikatan pihak film production company dalam memberikan lisensi atas hak-hak program tv kepada pihak tv station/distributor sebagaimana yang disebutkan/ditentukan dalam perjanjian ini.
Disini dapat ditentukan bahwa film production company menjadi licensor sedangkan tv station/distributor menjadi licensee;

o Pemberian lisensi;
Pemberian lisensi ini harus jelas dan tegas menentukan hal-hal antara lain sebagai berikut :- Judul program;
- Jumlah episode program
- Durasi program;
- Jadwal dan jumlah penayangan;
- Eksklusifitas
- Wilayah lisensi;
- Bentuk format media;

o Jangka waktu lisensi;
Jangka waktu lisensi umumnya ditentukan 1 tahun yang merupakan masa awal dan dapat diperpanjang 1 tahun tambahan jika diinginkan oleh licensee;

o Licence fee/revenue sharing;
Pola kompensasi atas pemberian lisensi ini umumnya licence fee yakni licensee membayarkan secara flat sejumlah uang per episodenya, maupun melakukan revenue sharing atas hasil pemasangan iklan dalam penyiaran program tv;

o Pengiriman dan materi program tv;
Cara dan jangka waktu pengiriman harus telah ditentukan terlebih dahulu disini mengingat hal ini berakibat fatal. Materinya pun harus sesuai dengan kualitas standar yang ditetapkan;

o Promosi dan pemberitaan;
Promosi atas program tv antara lain promo program, leaflet, banner baliho dan lain-lain maupun pemberitaan di media cetak dapat saja ditentukan dapat dibuat sesuai format dan harus mendapatkan persetujuan dari licensor terlebih dahulu;

o Hak kekayaan intelektual;
Harus ditentukan dengan jelas bahwa segala hak kekayaan intelektual yang berkenaan dengan program tv adalah merupakan hak milik intelektual licensor yang berdasarkan perjanjian ini dilisensikan hak siar televisinya selama jangka waktu lisensi kepada licensee sehingga apabila selesai jangka waktu lisensi, maka hak siar televisi kembali menjadi hak licensor. Pengaturan hak moral berkenaan dengan program yakni credit tittle maupun peng-editan materi program oleh licensee agar menjadi kualitas standar juga harus tertuang disini;

o Merchandising;
Hak-hak merchandising atas program tv umumnya tidak dilisensikan disini namun terkadang licensee juga memintanya sehingga dapat saja dimasukkan. Apabila dilisensikan, maka segala barang dagangan yang dibuat berdasarkan elemen-elemen program tv seperti tetapi tidak terbatas nama, logo, karakter talent dan lain-lain yang melekat sebagai hak program tv harus disebutkan dengan jelas disini. Dari pembuatannya, distribusi dan kompensasinya harus diuraikan secara detil;

o Rating;
Guna mengevaluasi pelaksanan hak siar yang dijalankan, maka licensor dapat saja menentukan syarat agar licensee mengirimkan rating penyiaran program dan informasi-informasi penting lainnya secara berkala;

o Pengakhiran perjanjian;
Dapat saja terjadi karena kesalahan setiap pihak, tuntutan masyarakat, sanksi pihak yang berwenang maupun karena force majeure;

o Penyelesaian perselisihan;
Segala perselisihan atas penafsiran dan atau pelaksanaan perjanjian dapat ditentukan cara dan tempat penyelesaiannya. Sebaiknya menggunakan arbitrase mengingat transaksi ini umumnya global.

Setelah syarat dan ketentuannya jelas dan diterima kedua belah pihak, maka barulah disiapkan kontrak finalnya yang dibuat dalam rangkap 2, keduanya dibubuhi meterai, yang mana setelah ditandatangani oleh para pihak, masing-masing pihak memegang 1 rangkap.

Tulisan ini dibuat oleh Alumni Carefa Andi Mappajanci Ridwan Saleh

Mempekerjakan Aktor Cilik

Aktor/aktris atau pemeran ataupun pelaku (performer) (“Aktor”), yang dipekerjakan dalam film layar lebar atau film televisi ataupun sinetron maupun program tv (“Film”), adalah sudah jamak di Indonesia. Namun bagaimana jika Aktor Film tersebut adalah anak yang belum dewasa mengingat aktor yang masih cilik tersebut masih dalam tumbuh kembang mental, intelektual dan sosial sehingga mungkin dapat terpengaruh dengan peran yang dimainkannya dalam Film antara lain peran antagonis, ataupun terganggunya proses wajarnya (wajib belajarnya) sebagaimana wacana perda pemprov DKI Jakarta tentang larangan pelajar menjadi artis yang mengemuka akhir-akhir ini di berbagai media.
Wacana tersebut berkembang, berbagai komentar, ada yang pro dan ada yang kontra.
Pada acara talkshow di Metro TV beberapa waktu lalu, muncul Sakurta Ginting sebagai narasumber yang menceritakan pengalamannya pada saat dipekerjakan sebagai pemeran sinetron dalam sinetron yang salah satunya berjudul “Kiamat Sudah Dekat”. Ia pun menyatakan tidak terganggu dengan syutingnya tersebut dan merasa senang.
Di Tabloid Wanita Indonesia, ada pula komentar Kepsek yang memiliki murid artis, yang menyatakan tidak setuju dengan larangan tersebut selama tidak mengganggu kegiatan sekolah. Bahkan katanya, muridnya yang berkegiatan artis tersebut tetap dapat berprestasi dengan cukup baik. Namun di dalam tabloid itu pula ada yang kontra yang mengingatkan perlunya aturan tersebut agar syuting tidak menggangu sekolah. Buktinya katanya, Shandy Aulia sampai tidak lulus sekolah.
Dalam kesempatan ini, penulis bermaksud menjelaskan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi dan khusus terkait dengan mempekerjakan Aktor Film cilik, dan tidak bermaksud menganalisis maksud dan tujuan penyusunan perda tersebut yang hanya merupakan pelengkap dan khusus mengatur Aktor pelajar dan syuting di lokasi sekolahan di daerah DKI Jakarta.

Perlindungan hukumnya di Indonesia

Dipekerjakan anak dalam sebuah Film, maka gambaran perlindungannya juga meliputi perundang-undangan yang mengatur Film (film layar lebar, film televisi, sinetron dan program tv) yakni UU Perfilman berikut peraturan pemerintahnya dan UU Penyiaran berikut peraturan pelaksanaanya hingga ke SK KPI mengenai Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

Sebelumnya, pertanyaan mendasar adalah usia berapakah seorang anak disebut dewasa. Sejatinya, usia dewasa tersebut harus ditentukan oleh ketentuan hukum yang paling umum yakni KUHPerdata yang mana menyebutkan usia dewasa adalah telah mencapai genap 21 tahun ataupun belum tetapi telah menikah sehingga apabila belum sampai 21 tahun dan belum menikah, maka ia berstatus seorang anak.
Sedangkan UU Penyiaran dan P3SPSnya menyebutkan bahwa berstatus anak dan remaja seorang anak yang belum mencapai 18 tahun, dimana UU Perlindungan Anak juga menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum mencapai 18 tahun. Akhirnya dalam per-uu-an ketenagakerjaan yakni Kepmenaker RI Tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan Atau Moral Anak disebutkan bahwa anak adalah setiap orang yang berumur kurang dari 18 (delapan belas) tahun.
Mengenai adanya perbedaan usia anak ini, penulis berpendapat bahwa mengingat KUHPerdata adalah ketentuan yang berlaku sejak lama dan dengan melihat perkembangan anak baik secara fisik maupun psikologis yang sudah banyak ‘matang’ sebelum usia 21 tahun dan umumnya 18 tahun, adanya putusan-putusan pengadilan atas kasus perdata termutakhir yang menetapkan bahwa usia dewasa adalah 18 tahun, dan ketentuan-ketentuan tersebut diatas, maka menurut hemat penulis adalah dapat diterima secara “living law” bahwa usia anak adalah apabila belum mencapai 18 tahun.
Dalam UU Perfilman yang mengatur tentang termasuk produksi film yang mempekerjakan artis dan karyawan Film, ternyata tidak ada yang secara spesifik menyebutkan perlindungan langsung kepada anak yang bekerja dalam Film. Namun walaupun demikian, UU tersebut memberikan perlindungan secara luas yakni artis dan karyawan film yang dipekerjakan dalam sebuah Film berhak mendapatkan jaminan sosial dan perlindungan lainnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku berdasarkan perjanjian kerjanya. Dengan demikian, dalam UU Perfilman telah ditentukan batasannya bahwa artis Film termasuk Aktor anak mendapatkan perlindungan sesuai ketentuan hukum yang berlaku dimana mengingat Aktor adalah anak, maka ketentuan tersebut adalah semua ketentuan yang terkait dengannya.

Dalam UU Penyiaran pun tidak ada yang menyebutkan perlindungan Aktor anak dalam bekerja di Film melainkan hanya memberikan perlindungan bagi penonton tv/pemirsa anak atas isi siarannya.
Termasuk dalam P3SPS, dimana Pedoman Perilaku Penyiaran adalah ketentuan dalam produksi film televisi, sinetron maupun program tv yang disiarkan di tv, maka tidak terdapat pula ketentuan yang mengariskan hal tersebut.

Selanjutnya dalam UU Perlindungan Anak, tidak ada pula ketentuan yang mengatur secara tegas dalam mempekerjakan anak kecuali bahwa salah satu perlindungan anak adalah terlindunginya mereka dari eksploitasi ekonomi maupun seksual. Apabila dikaitkan dengan bekerjanya Aktor anak dalam Film, maka ketentuan tersebut dapat saja membentur orang tua yang mengarahkan dan mengusahakan anaknya untuk menjadi Aktor Film untuk mendatangkan keuntungan ekonomis bagi keluarga mereka tanpa mempertimbangkan adanya minat dan bakat anaknya tersebut.

Ketentuan yang secara tegas mengatur pekerjaan anak sebagai Aktor Film adalah per-uu-an Ketenagakerjaan yakni UU Ketenagakerjaan dan Kepmenaker RI Tentang Perlindungan Bagi Anak Yang Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat Dan Minat.
Berdasarkan ketentuan ketengakerjaan, maka pada prinsipnya pengusaha dalam hal ini film production company dilarang mempekerjakan anak, kecuali dalam 3 hal yakni :

1. Pekerjaan ringan;
2. Pekerjaan di tempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan atau pelatihan yang disahkan pejabat berwenang;
3. Pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya.

Menurut hemat penulis, Aktor anak bekerja dalam Film dapat dimasukkan dalam kategori pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minatnya sehingga dengan demikian terdapat ketentuan dalam mempekerjakannya yakni :
1. Pekerjaannya memenuhi kriteria yakni pekerjaan tersebut biasa dikerjakan anak sejak usia dini, diminati anak, berdasarkan kemampuan anak, menumbuhkan kreatitivitas dan sesuai dengan dunia anak;
2. Dalam melibatkan anak dalam pekerjaan harus memperhatikan kepentingan terbaik untuk anak dengan cara antara lain :
a. anak didengar dan dihormati pendapatnya;
b. anak diperlakukan tanpa menghambat tumbuh kembang fisik, mental, intelektual dan sosial secara optimal;
c. anak tetap memperoleh pendidikan;
d. anak diperlakukan sama dan tanpa paksaan.
3. Mendapat pengawasan langsung orang tua/wali yang dilakukan dengan cara :
a. mendampingi setiap kali anaknya melakukan pekerjaan;
b. mencegah perlakuan eksploitatif terhadap anaknya;
c. menjaga keselamatan, kesehatan dan moral anaknya selama melakukan pekerjaan;
4. Anak yang berumur kurang dari 15 (lima belas) tahun wajib ketentuan :
a. membuat perjanjian kerja secara tertulis dengan orang tua/wali yang mewakili anak dan memuat kondisi dan syarat kerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
b. mempekerjakan di luar waktu sekolah;
c. memenuhi ketentuan waktu kerja paling lama 3 (tiga) jam sehari dan 12 (dua belas ) jam seminggu;
d. melibatkan orang tua/wali di lokasi tempat kerja untuk melakukan pengawasan langsung ;
e. menyediakan tempat dan lingkungan kerja yang bebas dari peredaran dan penggunaan narkotika, perjudian,minuman keras, prostitusi dan hal-hal sejenis yang memberikan pengaruh buruk terhadap perkembangan fisik, mental dan sosial anak;
f. menyediakan fasilitas tempat istirahat selama waktu tunggu; dan
g. melaksanakan syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja.
5. Melaporkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota pada lokasi anak dipekerjakan, dengan tembusan kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang kertenagakerjaan di Provinsi yang bersangkutan dengan menggunakan formulir yang disediakan dan disampaikan paling lambat 14 (empat belas) hari sebelum mempekerjakan anak.
Perlindungan hukumnya di Amrik

Sebagai bahan perbandingan, di luar negeri khususnya di Amerika Serikat, telah diatur standarnya untuk memperkerjakan anak dalam Film. Standar-standarnya bisa jadi berlainan di setiap negara bagiannya. Namun di negara bagian yang merupakan ‘mabes’nya theatre films (big screen) yakni California, hukum negara bagiannya menetapkan bahwa Aktor anak dapat menolak/menyanggah kontrak yang ditawarkan produser. Namun mereka tidak dapat menolak/menyanggah kontrak lagi apabila kontrak tersebut sudah mendapatkan persetujuan dari pengadilan tinggi setempat. Kebijaksanaan apakah kontrak tersebut sudah adil bagi Aktor anak ditentukan oleh pengadilan tinggi setempat tersebut. Guna memberikan perlindungan atas hasil kerja anak dalam dunia hiburan termasuk bekerja sebagai Aktor, hukum negara bagian disana pun telah menetapkan bahwa atas 15% bagian dari pendapatannya harus ditabung dalam trust fund dimana tabungan tersebut baru dapat diambil apabila telah cukup umur nantinya.
Selain itu ketentuan perburuhannya pun mengatur sedemikian rupa. Produser yang akan memperkerjakannya harus memiliki izin kerja, Aktor anak tidak boleh melakukan pekerjaan yang berbahaya atau yang merugikan kesehatan, keamanan, moral dan pendidikan mereka. Jam kerjanya Aktor anak terbatas dan yang masih dalam usia sekolah mesti menghadiri kelas minimum 3 jam setiap hari di sekolah. Aktor anak di bawah usia 16 tahun pun harus didampingi oleh orang tua atau wali di lokasi shooting.

Yang lebih mengejutkan adalah disana sudah terdapat banyak kasus-kasus yang terkait dengan masalah tersebut antara lain sebagai berikut :
- Continental Nat. Bk. vs Strauss, dimana ditetapkan kontrak anak memiliki kekuatan untuk dapat diberlakukan dan anak memiliki hak absolut untuk menyanggah;
- Warner Bros Pictures vs Brodel, dimana anak tersebut berusaha menyanggah jangka waktu opsi dalam kontrak yang berlaku sebelumnya yang mana telah disetujui Pengadilan Tinggi namun akhirnya, persetujuan Pengadilan Tinggi atas kontrak dibenarkan, jangka waktu opsi mengikat, dan usaha anak tersebut untuk menyanggahnya ditiadakan;
- Scott Eden Management vs Andrew Kavovit, dimana ayah anak tersebut bermaksud untuk memutuskan kontrak manajemen yang masih berlaku dengan dalih anaknya memiliki hak untuk menyanggah kontrak sehingga tidak perlu lagi membayar fee management yang tersisa dalam masa kontrak.

Tips-tips hukum dalam produksi Film yang melibatkan Aktor anak

Sebagai kesimpulan, dengan melihat wacana yang sudah berkembang, perlindungan hukum dan kasus-kasus yang menyangkut Aktor anak yang bekerja di Film, maka ada beberapa tips-tips hukum dalam mempekerjakan aktor Film anak bagi produser Film, antara lain :

1. Dapat saja usia 18 tahun dijadikan patokan bahwa anak tersebut masih anak-anak atau telah dewasa; Dalam mengadvis klien-klien kami, kami pun selalu menggunakan standar tersebut;
2. Pada waktu negosiasi dengan orang tua/walinya agar mengkonfirmasi mengenai anak tersebut telah memenuhi kriteria dan telah memperhatikan prinsip kepentingan terbaik anak; Apabila diwakili manajemen, maka agar hal tersebut disampaikan langsung oleh orang tua/walinya;
3. Dalam kontrak kerjanya agar di-stated bahwa orang tua/wali berkewajiban untuk mendampingi anaknya pada waktu bekerja di lokasi shooting dan bilamana tidak, maka ia bertanggung jawab atas hal tersebut dan membebaskan produser dari tuntutan;
4. Diperlukan minor release atau semacam pernyataan pelepasan hak anak dari orang tuanya atas berbagai hal, yang terpisah dari kontrak kerjanya guna satu dan lain hal.

Semoga tulisan ini juga menyambut KPI yang sedang/akan membuat pedoman siaran anak.


Tulisan ini di buat oleh alumni Carefa Andi Mappajanci Ridwan Saleh

Senin, 25 Februari 2008

Berawal Dari sebuah Ekspedisi


Pencinta Alam Recht Faculteit Universitas secara de fakto di nyatakan berdiri pada tanggal 24 Mei 1995, namun pada tahun-tahun sebelumnnya para pencetus dan pendiri CAREFA sudah terlebih dahulu melakukan perjalanan-perjalanan berupa pendakian ke beberapa gunung yang dilakukan dengan tujuan sekedar berjalan-jalan dan mencoba melahirkan suatu ikatan persaudaraan dan kebersamaan terlebih dahulu sesama rekan-rekan mahasiswa Fakultas Hukum Unhas yang memiliki hoby dan kegemaran yang sama.
Tak lepas dari kegiatan tersebut, ada juga beberapa rekan yang berasal dari Pencinta Alam di luar lingkungan fakultas Hukum Unhas yang sering melakukan kegiatan bersama dengan rekan-rekan pendiri CAREFA UNHAS. diantaranya dari NICIP makassar, serta orang-orang yang tidak secara resmi berada dalam sebuah rganisasi.Dari kegiatan-kegiatan itulah kemudian muncul sebuah ide untuk membentuk suatu lembaga yang kedepan akan mewadahi minat dan bakat petualangan mahasiswa Fakultas Hukum Unhas. kemudian melalui bantuan beberapa teman dari oraganisasi lain, sejak tahun 1992, maka perlahan-lahan komunitas ini berkembang dalam lingkungan Fakultas Hukum dan menamai dirinya CAREFA meskipun pada saat itu organisasi tersebut belum secara Legal berada di bawah naungan Keluarga Mahasiswa Fakultas Hukum UNHAS.Dari beberapa kegiatan pendakian, termasuk Expedisi Jawa Bali Lombok, para pendiri yang yang terdiri dari Abd. Jalil, Muliadi, Mukhsin Q, Abd. Halik, Haeril dan Adnan, kemudian mencetuskan berdirinya CAREFA UNHAS, dengan melakukan deklarasi di puncak Gunung Rinjani, dan pada saat itulah secara de jure CAREFA UNHAS dinyatakan sebagai wadah Organisasi pencinta alam di lingkungan fakultas Hukum UNHAS.Setelah kembali dari Expedisi Jawa Bali Lombok, para penggagas tersebut kemudian membentuk susunan pengurus dan yang menjadi ketua pada saat itu adalah Abd. Jalil. (Angk 92). Perkembangan dan perubahan yang dialami oleh Organisasi CAREFA ini cukup memuaskan karna banyaknya minat dari mahasiswa terhadap kegiatan alam bebas ini. Pada Tahun 1995 di adakan Operasi Bersih Gunung I di Gunung Bawakaraeng. yang diikuti sekitar 40 orang yang kemudian sebagian diantaranya tetap eksis dan di lantik menjadi Anggota CAREFA angkatan I. setelah kegiatan itu CAREFA kemudian dinyatakan sah sebagai organisasi yang berada di bawah naungan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin. yang di SK kan langsung oleh Dekan Fakultas Hukum Unhas.

Lambang Carefa


Consumptive Life Style Change upon Energy Efficiency by Socializing The Use of a Renewal Energy

Global warming that causes a climate change has not been an important matter on people’s awareness. In common, most people all over currently that is experiencing a long dry season but experiencing a short rainy season. Storm and flood reveal more often and so does such extreme weather in which hitting tropical climate countries. To link with Indonesia, those matters above are now increasing signed by the change happens with formerly cold cities become hotter day to day.

Global warming has become a highlight most people around the world, particularly to those who live in industrialized countries with the high consumptive lifestyles. Unfortunately, it is only a few people who understand and care about the climate change issues. Most people say that the environmental effect happens only in aggregation. Therefore, most of them might not think of the importance of the environmental preservation and ironically, coming from those who are in the office in decision making.

The global warming caused by the climate change is mostly triggered by carbon waste emission, the used of fossil energies (fuel, coal and others) which are not renewable. The USA, Britain, Russia, Canada, Japan, China and other industrialized countries contribute a lot to worsen the world’s climate. The citizens of these countries are very consumptive ten times higher than those who live in southern part of the world. Developing countries’ citizens, even it is lower than northern countries’, have contributed to worsen caused by their countries’ growth-oriented by forcing industrialization and rising up the consumption.

The biggest carbon producing industries in developing country like Indonesia are mining (fuel and gas, coal and fossil energy). Indonesia is now famous for the country which a rapid damage to its forest and has been booked in “Guinness Book of Record” in which listing the country on the top of.

According to a finding of Intergovernmental Panel and Climate Change (IPCC), an international panel organization where the members coming from more than 100 countries all over the world, an organization under UN administration but it is more powerful than.

The organization reported in 2005 that there has been a temperature increase of 0.6-7.0 to the world where Asia booked higher, of 10. In accordingly, the water supplies in tropical countries have lessened 10%-30% and iceberg melt happened in Himalaya and in South Polar.

These matters above have brought “old and new” endemic disease outbreak that keep counting on each day as dengue fever, leptospirosis, diarrhea, and others. Some of them should not reveal any longer and can be taken care but now have infected and worse, have perished many people. In Indonesia, hundreds of coasted cities in East Java are close to drown since the rise of the sea surface. To take an instance, it happened in the third week of May 2007 to be an indicator that things have been worse and worse as then happened to Kanjeran beach, Popoh, Ngeliyep and other beaches in most islands all over the country.

Meanwhile, some other beaches situated in Asia and Africa, attacked by the risen waves. As warned by the IPCC, melt ice in Himalaya and in North Polar directly contributed to the rise of waves of 4-6 meters. It might come to 7 meters of rise by 2012.

Even, in the next 30 years, it can threaten coastal leaves and burden a huge scarcity since the harvest fail to generate.

Then, these abovementioned reveal a big question that what we should need as a part of the world. The answer is a life style revolution! We should start reducing our high consumption in electricity, fuel, and mostly, in water as the main source to worse our natural resources.

The other crucial need to conduct is to have consensus to engage all people from all over the world to enforce climate justice as carried out by Australia with its climate justice instrument through a climate justice conduct by forming a climate justice. What Kyoto Protocol rules is one committed effort to make things better by stressing on northern countries to pay for their carbon emission wastes.

Besides, it is a time to think of using such alternative energies such as energy used for cooking with bio-gas. Energy decentralization is now required to get away from our dependence on centralized energy.

In addition to, the rule makers should come with their in line policies to reduce global warming as we are all committed to, as well. They can come with the interval period of the forest cutting policy, for an instance. Another, they should gradually review all the mining contracts spread in Papua, Kalimantan, Sulawesi and other parts of the country. In brief, they should start a progressive policy to the aim.

People are engaged to the aim and should conscious of the world’s citizens in which should be hand-in-hand to do so. Thinking of that the world is a kind of ship where we are and when a leak happens to one part of, can drag others suffer and drown. It will show a sustainable society that we should. Let’s brand a new start for a better future, to get away from dependencies on energies owned by the capitalized corporations. Start to consume alternative energies and renewable ones. We should follow what Denmark has done. It can stay enjoying their growth though reducing their green house gas emissions.